Partisipasi Perempuan dalam Pemilu 2019 Harus Terus Didorong

By Admin

nusakini.com--Direktorat Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri menggelar kegiatan bertajuk, " Pendidikan Politik Bagi Kaum Perempuan dan Kelompok Marginal Menyongsong Agenda Demokrasi Pemilu Serentak Tahun 2019." Kegiatan itu sendiri dilaksanakan di Hotel Jayakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT), kemarin.

Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menjadi salah satu pembicara di acara tersebut. Dalam paparannya, Bahtiar mengatakan, kegiatan yang digelar adalah sebuah momentum strategis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas representasi keterwakilan perempuan dalam politik. Terutama dalam konteks demokrasi yang mensyaratkan hak dan kesempatan yang sama bagi perempuan.

" Khususnya dalam menyuarakan aspirasi mereka sebagai manifestasi dari hak-hak politiknya. Harapannya dengan itu pemberdayaan politik perempuan khusunya perempuan NTT dalam mengaktualisasikan peran mereka sebagai warga negara bisa meningkat,"katanya. 

Kegiatan yang digelar kata Bahtiar, diikuti oleh 100 orang peserta yang terdiri dari pengurus partai politik, organisasi sayap partai, LSM perempuan dan masyarakat.  

" Dengan keyakinan itu, kita semua harus mampu secara konsisten dan terprogram melanjutkan proses reformasi di segala bidang yang tengah bergulir sekarang ini, khususya reformasi birokrasi dan politik yang berkarakter kebangsaan sesuai nilai Pancasila dan UUD 1945," tuturnya.  

Ditambahkan Bahtiar, ada empat faktor yang menjadi ukuran keberhasilan proses demokrasi di suatu negara. Faktor pertama, pola hubungan yang harmonis antara negara dan masyarakat. Faktor kedua, terbangunnya kepercayaan antara elite. Faktor ketiga, terselenggaranya pemilu yang jurdil dan bebas untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin yang baru. Dan faktor terakhir, tersusunnya aturan main atau konstitusi yang menggambarkan dinamika kehidupan sosial politik yang baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  

" Dalam perjalanan politik perempuan, secara kuantitatif, jumlah perempuan di Indonesia lebih banyak dari pada laki-laki, " katanya. 

Tapi kata dia, jumlah tersebut tidak menjamin perempuan memiliki peran dan posisi yang sama dengan laki-laki. Kesenjangan inilah kata dia yang mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan tata pemerintahan yang sensitif gender dan memberikan dukungan bagi terciptanya pengarustamaan gender di seluruh bidang pembangunan.

Termasuk politik. Upaya membangun peningkatan partisipasi perempuan dalam politik sendiri, antara lain tercermin lewat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Dalam UU itu ditegaskan, syarat keterwakilan 30% perempuan. Misalnya dalam pendirian dan kepengurusan partai politik. Atau sebagai calon anggota legislatif. 

" Ini merupakan langkah afirmatif untuk menghilangkan hambatan legal bagi partisipasi politik perempuan," katanya. 

Lebih lanjut Bahtiar menjelaskan, lahirnya regulasi tersebut secara yuridis diharapkan akan memberikan ruang bagi perempuan Indonesia, terutama untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan dan proses politik. Keterlibatan itu, baik sebagai politisi maupun sebagai pemilih. Namun, ketentuan de jure tersebut ternyata masih menyisakan berbagai masalah. Bahkan belum menjadi realita politik secara de facto.  

" Strategi afirmatif yang didasarkan pada kuota kuantitatif belum menjamin perempuan dapat berperan di bidang politik dan meningkatkan kualitasnya untuk mengisi quota tersebut," kata Bahtiar. (p/ab)